Jika mereka bisa menjadi nyata mungkin aku akan mengucapkan rasa terima kasihku itu secara langsung. Sayangnya mereka tetap saja cucian. Hanya tumpukan baju yang tak bernyawa. Aku pulang kuliah dengan sedikit ganjalan. Pekerjaan di kampus yang belum terselesaikan sedangkan hatiku sudah tidak di kampus membuatku memutuskan untuk pulang. Itu juga yang membuatku memikirkan ganjalan itu untuk beberapa saat. Sampai di kosan hanya satu yang terpikirkan olehku, yaitu naik ke ranjang dan tiduran. Suatu hal yang tidak produktif memang, namun dengan sisa waktu yang kurang dari satu jam entah apa yang bisa aku lakukan. Aku masih melihat-lihat kamar kosanku. Sampai akhirnya aku menemukan ember biru berisi beberapa baju kotor. Masih sedikit, batinku. Aku pun mulai mengambil beberapa baju yang sudah aku pakai namun masih aku gantung untuk sekalian dicuci. Oke, semua siap maka aku menuju kamar mandi bersama cucian itu.
Di kamar mandi, saat itulah aku mulai mencurahkan semua isi hatiku kepada mereka sambil mengucek dan memeras mereka satu persatu. Memindahkan mereka ke ember, membilas dan menjemur mereka. Semua proses itu aku lalui sambil terus bercerita kepada mereka. Banyak hal yang aku ceritakan saat itu, mulai dari keinginanku untuk pergi ke suatu tempat yang tenang dan damai. Aku ingin melepaskan sejenak kejenuhan disini. Kenapa? Karena bagiku kehidupan disini naik turun begitu cepat. Sesaat kita baik dengan orang lain namun beberapa saat kemudian bisa sebaliknya. Aku masih mencoba mengimbangi dan menjaga perasaanku. Aku lebih memilih diam daripada mengatakan hal yang bisa membuat orang lain merasa tidak suka. Aku lebih memilih dibentak daripada mendengar kata-kata halus namun begitu menusuk. Aku memang tidak mudah sakit hati, namun terkadang hal justru hal sepele yang membuatku merasa tidak nyaman. Aku terus bercerita dan cucian tetap mendengarkan sambil menikmati saat-saat mandi bagi mereka. Aku saat ini mencoba bercerita dan berdiskusi diriku sendiri. Tidak melibatkan orang lain dalam setiap masalah yang ada karena bagiku masalah itu datangnya dariku jadi aku pula yang harus mengusirnya. Selain itu, aku tau mereka (baca: orang-orang terdekatku) pastilah mempunyai kesibukan sendiri. Aku tidak ingin membebani mereka. Aku akan berusaha semampuku.
Sesi curhat dengan cucianku selesai. Aku kembali ke kamar dan membuka pesan singkat di handphoneku. Pesan itu dari seorang temanku yang mengabarkan dia akan pulang kampung (baca: Pati) tanggal 15 November dan dia mengajakku. Pesan itu datang diwaktu yang tepat. Ketika aku sedang mencari tempat untuk menghilangkan jenuhku, saat itulah dia menawariku satu tempat yang tidak hanya bisa menghilangkan jenuhku namun bisa membawa kedamaian bagiku, tempat itu hanya satu di dunia ini, itulah RUMAH. Aku senang, bagiku ini bisa menjadi pilihan terakhirku jika memang hatiku sangat membutuhkannya. Namun aku tak langsung mengatakan “iya” atas ajakannya karena disini masih banyak hal yang harus aku kerjakan. Berarti aku harus tetap disini dan membuat hatiku untuk tetap senang disini. Saat ini itulah keputusan yang aku pilih.
Jika saja aku mampu dan mau maka aku ingin mengatakan setiap yang aku rasakan dalam hatiku. Namun aku memilih untuk tidak melakukannya. Bagiku cukupkan Sang Maha Mengetahui isi hati yang menyampaikan isi hatiku kepada mereka. Atau cukuplah Sang Maha Mengetahui isi hati berkenan mengubah isi hatiku. Mengubah prasangka buruk jadi baik. Mengubah hati yang layu menjadi segar. Dan membuat hati selalu sejuk. Aku tau hanya Sang Pemilik Hati inilah yang selalu ada untukku, tidak pernah sibuk, dan tidak akan merasa terbebani dengan semua ceritaku. Maka aku berharap Dia mau menjaga hatiku.
IM-K4
31/10/2012
7.08 Waktu Tana