Satu nama belakangan ini sempat hilang dari perhatianku, masih ingatkah dengan Dana? Tentu masih. Siapa yang menyangka Danalah yang akan mewarnai perjalanan kuliahku satu tahun ini. Dia juga yang memenuhi semua tulisanku dalam satu tahun ini. Bahkan saat ini (11/08/2011) aku sedang duduk di tempat belajarku di rumah dan masih juga menulis tentangnya. Entah apa yang aku pikirkan, dia begitu saja menyita semua pikiranku. Dengan semua yang terjadi antara aku dengannya. Jika ingin aku ceritakan, mungkin blogku dan beberapa tulisanku lebih bisa menceritakan dengan detail apa yang aku alami dengannya.
Aku dan Dana memang lumayan akrab sebelumnya. Namun itu sempat berakhir dengan kesibukan kami masing-masing. Tidak ada alasan bagi kami untuk berkomunikasi mungkin itulah yang menyebabkan kami mulai tidak akrab. Hanya sekedar saling sapa ketika bertemu, itupun jarang karena kami lebih memilih diam. Aku tak tahu kenapa, saat itu aku hanya merasa biasa saja. Tak ada yang istimewa walaupun sebenarnya aku sudah mulai menyukainya, mungkin.
Satu hal yang mengubah semuanya, hal sepele namun inilah yang membuat semuanya terjadi. Saat itu aku mengupdates status di jejaring sosial facebook. Isinya entah apa aku lupa namun intinya tentang sebuah novel. Yah, Dana pun mengomentarinya. Ternyata kami memiliki hobi yang sama, sama-sama penggila novel. Dana yang mempunyai novel baru menuliskan dalam komentar di statusku dan akupun langsung mengambil urutan sebagai peminjam pertama setelah dia selesai membaca. Mulai saat itulah kami sering bertukar novel. Pertama kalinya aku ingat ketika Dana meminjamkan saalah satu novelnya padaku, Negeri 5 Menara. Novel itulah yang akan menjadi penghubung antara kami.
Pagi itu sebelum masuk kelas, seperti biasa aku dan teman-temanku berkumpul di kantin. Bangku paling pojok, disitulah anak MI biasa mangkal. Setelah semuanya berkumpul barulah kami naik, begitu rutinitas kami dan sudah berlangsung satu tahun ini.
“Ran, ini novelnya”, dari belakang terdengar suara seseorang.
“Oh, iyya”, aku menjawabnya singkat. Mungkin karena speechless tak ada kata lain yang berhasil meluncur dari mulutku.
Kami mulai sering smsan, membahas novel yang telah kami baca. Saling bertukar pikiran, membahas bagian mana dari novel yang menurut kami menarik. Begitu seterusnya, ketika kami selesai membaca pasti mulai berbincang tentang novel itu. Mungkin awalnya membicarakan novel, tapi semakin lama kami mulai membicarakan masalah pribadi. Saling cerita tentang kehidupan masing-masing. Sedikit demi sedikit aku mulai mengenal Dana. Sungguh berbeda dengan apa yang nampak di luar. Dia memang tertutup, tak semua orang tahu tentang kehidupannya. Namun kali ini dia mempercayaiku untuk melihat sedikit kehidupan yang selama ini tak pernah dilihat orang lain. Sebagai pendengar setia mungkin beberapa kali aku memberikan sedikit semangat ataupun nasehat kepadanya. Aku tahu dia lebih bisa berpikir dewasa daripada aku, namun dia mau menerima semua masukanku. Semenjak itu kami semakin dekat, satu kalimat darinya yang menutup obrolan kami saat itu “Terima kasih telah memperindah waktu di hidupku”. Dan sampai saat ini aku masih menyimpan pesan itu dalam handphoneku.
Jika kau bertanya bagaimana perasaanku saat itu? Sungguh aku merasa hidupku begitu indah, aku sudah mulai menyukai kuliahku, meskipun awalnya ragu untuk melanjutkan kuliah disini namun sekarang aku yakin akan mulai menata masa depanku disini. Aku mempunyai teman-teman yang sangat baik, pengertian, saking pengertiannya bahkan mereka tak pernah melarangku menyanyi meskipun aku tahu betapa hancurnya suaraku. Dan yang terakhir sebagai pelengkap kebahagiaanku disini adalah, Dana. Meskipun hubungan kami tidak jelas, namun dia sangat berarti bagiku. Walaupun kami jarang mengobrol dan hanya tertunduk malu ketika bertemu namun kami sama-sama tahu tentang perasaan kami. Setidaknya aku tahu bagaimana aku menempatkan Dana di tempat yang belum terisi dengan nama orang lain.
Awalnya sangat susah menjaga hubunganku dengan Dana, tak ada orang lain yang tau. Hanya teman dekatku, Nasya yang mengetahuinya. Ketika semua orang tak suka dengan Dana, dan membicarakan rasa jengkel mereka terhadap Dana. Saat itulah aku harus menjaga emosi, tak mungkin aku membentak mereka dan terang-terangan membela Dana, walaupun itu sangat ingin aku lakukan namun aku masih bisa mengendalikan diri.
Kami memang jarang berdua, mungkin hanya lewat smsan kami berdua dekat. Namun malam itu Dana menjawab semua keraguanku, dia mengajakku pergi makan. Aku kaget, benar-benar kaget. Suatu keputusan yang menurutku tak mungkin diambil oleh Dana. Dana, yang terkenal menjaga jarak dengan cewek tak mungkin mau keluar makan berdua denganku. Aku menghargai citra Dana di depan teman-temannya, dan akupun tidak berharap lebih. Hanya menjadi seseorang yang berarti baginya pun sudah membuatku senang meskipun tak semua orang tau.
Malam itu, kami pergi berdua. Ketika kami berjalan, tiba-tiba kami bertemu dengan salah satu teman sekelas Dana, aku sempat menghindar karena aku tak ingin dia melihatku bersama Dana. Bisa saja dia menyebarkan berita ini dan dampaknya akan tidak baik bagi Dana. Namun berbeda dengan Dana, dia seakan-akan berkata “tetaplah disampingku”, dia menyikapi omongan temannya dengan tenang. Meskipun nantinya temannya membicarakan kedekatan kami toh malam itu dia memang berada disampingku, jadi apa yang harus ditakutkan. Aku tersenyum, Dana pun begitu. Sweet night ..
***
Ternyata perkiraanku benar, hanya beberapa saat kejadian malam itu semakin meluas dari mulut ke mulut. Bahkan beberapa temanku sempat mengirimkan sms padaku meminta PJ. Nah apa coba maksudnya? Aku sudah menjelaskan bahwa kami tak ada hubungan apa-apa, namun mereka tidak percaya. Dana tidak pernah mempermasalahkan status kami, baginya apa yang terjadi pada kami, cukup kami yang tahu.
Mulai saat itu juga teman-teman sering membicarakan kedekatan kami. Aku dan Dana cuek menghadapi semuanya. Inilah puncaknya, yah siang itu secara blak-blakan Dana mengajakku makan bersama di kantin. Wow.. Aku sungguh tak menyangka. Kejadian singkat ini berhasil mematahkan beberapa hati. Aku tahu mungkin selama ini hanya beberapa orang yang mengerti hubunganku dengan Dana, namun siang ini seluruh orang di kantin melihatnya. Bahkan kami pulang bareng dan berjalan bersama. Seperti biasa, beberapa sms pun kembali menambah ramai handphoneku. Menanyakan hubungan kami. Namun aku hanya tersenyum, tak perlu aku jelaskan, cukup aku dan Dana yang tahu.
Siang itu mungkin akhir dari semua ini, setelah kejadian siang itu aku berpisah dengan Dana. Dia harus pergi ke Malang selama beberapa bulan untuk mengikuti pelatihan lomba. Lombanya sendiri akan dilaksanakan di London, Inggris. Suatu prestasi yang membanggakan bagi kami semua. Aku bangga melihatnya bisa mencapai mimpinya itu, namun tak aku pungkiri akupun merasa sedih karena harus jauh darinya. Beberapa kali Dana berkata padaku agar selalu percaya padanya. Akupun percaya penuh kepadanya.
Pada awalnya dia membuktikan ucapannya itu, dia sering menelponku, bahkan sekali telpon kami bisa menghabiskan waktu satu jam untuk mengobrol. Sesekali kami bertengkar kecil, mungkin karena sifat cemburuku ketika salah satu temanku mendekatinya. Namun dia bisa meyakinkanku untuk tidak mempermasalahkannya. Begitulah Dana, selalu bisa membuatku percaya kepadanya.
Namun sekarang semuanya berubah, Dana kembali ke kampus. Hanya sebulan, untuk mengikuti UAS sebelum dia kembali lagi ke Malang. Sebulan itu dia berhasil mencabik-cabik hatiku. Dia menggagalkan semua rencana indah kami. Dia bagaikan orang lain padaku. Sama sekali tak mengindahkanku. Berjanji akan mengatakan alasan perubahan sikapnya ini ketika dia siap. Dan terakhir dia kembali ke Malang tanpa ada kata perpisahan, dan dia membiarkanku berada dalam ketidakjelasan, menunggu dia siap untuk mengatakan alasannya padaku. Entah kapan dia akan siap? Ketika dia kembali kesini masihkah dia ingat atau tidak, akupun tak tahu. Dan bodohnya aku, masih saja percaya kepadanya..
Disaat semua orang memberikan kejutan ulang tahunku, bahkan Dana tak memberi ucapan kepadaku. Mungkin teman-temanku sudah mulai bosan menceramahiku. Aku hanya berkata iyya iyya dan iyya namun aku masih saja tak bisa melupakan Dana, aku masih saja berharap kepadanya. Entah sampai kapan akhir dari harapanku ini. Mungkin sebagian dari hatiku sudah tersakiti olehnya, namun masih ada satu bagian kecil di hatiku yang tak bisa berbohong bahwa aku masih menyukainya. Dan disanalah hati kecilku berada. Tak ada orang yang tau memang, cukup aku dan Tuhan yang tahu.
Jika kau bertanya apakah aku sering mengangis? Jawabannya tidak. Aku tidak akan menangis untuk hal seperti ini. Bukan tidak, namun aku belum mau menangis. Jika kau tahu apa yang teman-temanku katakan itu sangat menyakitkan dihatiku.
“Lu tahu, lu tu ibarat diambil abis ga kepake lu dibuang, mau lu digituin? Kalo mau ya udah, berarti lu bodo!”, hanya sepenggal kata dari salah satu temanku. Menyakitkan bukan? Lalu apa yang mendasariku tetap bertahan sampai sekarang? Yang pasti hati kecilku masih ingin seperti itu. Tak hanya itu, teman-teman di kelaspun sering menyindirku, memang niat mereka baik, menyadarkanku akan tindakan bodohku. Namun tetap saja mereka tak bisa membuatku berubah. Hanya satu pertanyaan yang muncul ketika aku mendengar nasehat mereka “Apa mungkin yang mereka katakan benar? Kalau memang benar, betapa sakitnya aku”.
Semua bukti memang mendukung pernyataan teman-temanku. Tak satupun bukti yang mendukungku. Yah, kasian memang berada diposisiku. Ada satu hal yang membuatku sedikit tersenyum, ketika teman Dana ngobrol denganku dan mengatakan “Dana suka sama kamu Ran”. Saat itu pun aku menyuruhnya berhenti bicara, aku tak mau dia membuatku kembali goyah dengan pendirianku saat ini. Apa pendirianku? Yah, aku tak akan mencoba melupakannya, karena tak ada gunanya aku melupakan. Aku hanya berusaha menerima keputusannya dan berpikir positif kepadanya. Aku percaya padanya. Namun jika apa yang aku lakukan tak berakhir dengan apa yang aku harapkan aku harus mau menerima dan tidak boleh bersedih. Tetapi jika akhirnya aku bisa bersamanya lagi, ini adalah bonus dari Tuhan atas kesabaranku. Man shabara zhafira..
Aku tidak akan mengganggu Dana, biarkan dia fokus pada lombanya, biarkan dia berjuang dulu untuk keluarganya dan orang-orang yang berarti baginya. Aku hanya akan selalu menantimu dan mendoakanmu.
Satu hal yang aku pastikan “AKU MASIH AKAN MENANTIMU”..
Suatu ucapan bodoh memang, tapi biarlah.
Aku saat ini hanya menyerahkan semuanya pada Tuhan, aku menyukai Dana, aku berharap dia untukku walaupun aku tak tahu dia memilih siapa untuk dirinya, namun aku berharap Tuhan akan menjadikan kami untuk bersama. Biarkan waktu menjawab segala kegundahanku, dan masa depan yang menunggu untuk melanjutkan ceritaku.
Note: CERITA FIKSI yang insyaAllah mau ada lanjutannya. 🙂
Di meja belajar rumah
11/08/2011
11.10 wib
aku tergelitik untuk berkomentar banyak di part ini:
1. setelah baca part ini kayaknya ada yang bakal terjun dari lantai 6.. siapa yah?? (paling bentar lagi juga nongol :p ampuuunn bangg!!!)
2. mengapa cuma ada 1 nama Nasya di part ini >. hingga sekarang ini kah???
komentar terakhir yang sangat bijak:
dengan kamu bercerita mulai dari part 1 hingga part 5 berarti kamu sudah bisa mengikhlaskan segalanya, sudah bisa menerima keadaan, dan sudah bisa move on *asyeekk
alhamdulillah, ga jadi terjun si abaangg ekekeke 😀
hahaha.. aku juga tergelitik untuk ngakak setelah baca komen diatasku..
terima kasih Nasya, komenmu sangat berarti..
Part selanjutnya akan ada Nasya lagi, dan FULL FIKSI 😀