Cinta ~ Part 2

Pagi itu ketika aku sedang sibuk membersihkan latar rumah dari kapuk-kapuk  randu, seseorang datang menghampiriku. Pak Sardi, seseorang yang bekerja di rumah Pak Lurah. Tangannya terlihat membawa amplop putih. Sepertinya pak Pos baru saja memberikan surat itu kepadanya, amplopnya masih terlihat bersih dan tak ada bekas lipatan. Pak Sardi masuk ke halaman rumahku yang hanya berpagar pohon jeruk kikit. “Nduk, ada surat ini buat kamu”, kata pak Sardi sambil menyerahkan amplop putih itu kepadaku. Aku pun mengambil surat itu, kemudian mempersilahkan pak Sardi masuk ke rumah. Namun pak Sardi menolaknya, dia harus cepat-cepat kembali ke rumah pak Lurah untuk menemani pak Lurah meninjau pembangunan jalan di desa kami. Pak Sardi mengambil sepedanya yang diparkir di bawah pohon randu, menaikinya dan pergi meninggalkan aku dengan amplop putih ditanganku.

Sejak aku memutuskan untuk tidak lagi mendatangi rumah pak Lurah, sejak itu pula aku sudah tidak mengaharapkan ada surat yang dikirimkan untukku. Namun, pagi ini surat itu datang. Surat dari kang Riyanto. Sudah beberapa bulan ini sejak aku mengiyakan permintaan orang tuaku, nama itu jarang terdengar di sekitarku. Bapak dan ibu melarang siapapun menyebutkan namanya. Namun, masih sulit bagiku menghilangkan namanya dari hatiku walaupun aku terus mencoba. Aku segera menyelesaikan pekerjaanku menyapu kapuk randu kemudian berjalan menuju kamar dengan surat yang masih di tanganku.

Aku mengunci pintu kamar, takut kalau bapak dan ibu melihatku membaca surat dari kang Riyanto. Tanganku berkeringat dingin. Perlahan aku menyobek amplop surat itu, mengambil beberapa lembar dari dalam dan mulai membacanya.

Teruntuk Inah di sana,

Apa kabar kamu di sana? Maafkan akang Inah, akang sudah lama tak mengirimkan kabar kepadamu. Mungkin sudah setahun ini. Banyak hal yang akang lakukan di sini. Kau tidak berpikir akang melakukan hal yang sia-sia bukan? Tentu saja, seperti yang kau pikirkan, akang di sini melakukan banyak hal demi masa depan kita. Masa depan, sepertinya itu yang membuat akang sampai sekarang masih d isini.

Inah, di sini akang merasa menjadi seseorang yang sangat beruntung. Mungkin doa kau di sana yang membuat keberuntungan selalu bersama akang. Akang berterima kasih padamu. Akang di sini bekerja di perusahaan otomotif yang memproduksi motor. Kau biasa menyebutnya “udhuk”.  Kau tahu udhuk punya pak Lurah? Jika udhuk pak Lurah itu satu-satunya di desa kita, di sini kau bisa menemukan ratusan udhuk seperti itu. Seandainya saja akang bisa  mengambil satu dan mengirimkannya kepadamu bersama surat ini, tentu akan akang lakukan.

Beberapa waktu yang lalu akang pergi ke tempat yang sangat jauh dari desa. Akang  pergi di Jepang Nah. Perusahaan tempat akang bekerjalah yang membawa akang kesana. Menurut mereka ada potensi dalam diri akang yang harus dikembangkan. Akang senang sekali mendengar itu Nah, akhirnya usaha akang tidak sia-sia. Akang ingat dulu kau selalu menemani akang ke kecamatan untuk membeli buku tentang otomotif, dan dari buku-buku itulah akang selama ini belajar Nah. Sekali lagi akang berterima kasih kepadamu.

Sekitar satu tahun akang berada di Jepang, itulah yang membuat akang susah menuliskan surat untukmu. Maafkan akang juga yang tak sempat mengabarimu tentang rencana akang ke Jepang. Kejadiannya begitu mendadak dan butuh banyak persiapan. Kau tak marah pada akang kan Nah? Sekarang akang sudah di Jakarta,  akang langsung mengirimkan surat ini untukmu. Akang berharap kau sendiri yang mengambil surat ini dari rumah pak Lurah, seperti yang selalu kau lakukan terhadap surat-surat akang sebelum akang pergi ke Jepang.

Nah, akang punya rencana untuk kita. Akang ingin membawamu ke Jakarta menemani akang. Tentu saja setelah akang meminta ijin bapak ibu kau dan juga  jika kau belum dipersunting laki-laki lain. Akang hanya bercanda Nah soal kau dipersunting laki-laki lain, tak usah lah kau manyun seperti itu. Akang tau kau pasti akan setia menanti akangmu ini . . . .

Hanya sampai disitu aku membaca surat dari kang Riyanto, air mataku sudah menetes tak tertahan. Aku menangis dan terus menangis. Bapak dan ibu masih belum pulang ke rumah berarti aku masih bisa meluapkan semua perasaan yang tak karuan ini. Aku benar-benar berada dalam keadaan yang sulit.

love-mistery

Satu kali lagi hati terkoyak karena cinta. Cinta memang selalu bisa membuat hati menjadi tak karuan. Memilih untuk ikhlas melepaskan atau kembali menggenggam.

Bapak dan ibu sampai dirumah ketika hari sudah malam. Mereka seharian pergi ke pasar kecamatan untuk membeli beberapa perlengkapan pernikahanku yang semakin dekat. Malam itu aku tak berani menemui bapak dan ibu dengan mataku sedihku ini, aku memutuskan untuk tetap berada di kamar. Ibu hanya melihatku tidur  dari depan pintu kamarku, kemudian berjalan menuju dapur.

Esok pagi, aku berniat mengatakan semua ini kepada bapak dan ibu walaupun aku tahu tidak akan banyak hal yang berubah dengan atau tanpa adanya surat dari kang Riyanto. Bagi mereka kepergian kang Riyanto yang setaun belakangan ini tak memberikan kabar apapun menimbulkan anggapan bahwa kang Riyanto telah mencampakkanku dan itu membuat mereka malu. Juga mengingat umurku yang sudah tak muda lagi tanpa calon pendamping, membuatku terancam menyandang predikat “perawan tua”. Cukup wajar predikat itu disematkan kepadaku mengingat tak ada teman sebayaku di desa yang belum menikah. Bahkan beberapa dari mereka sudah menggendong anak di pinggang kanan dan kiri.

Catatan :

Gambar diambil dari sini.

Advertisement

4 thoughts on “Cinta ~ Part 2

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Twitter picture

You are commenting using your Twitter account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s

%d bloggers like this: