Hei, lihatlah aku.
Mungkin, jika diberi kesempatan, dia akan berteriak seperti itu. Sekencang-kencangnya. Ini bukan tentang apa yang dia terima, hadiah apa yang akan diberikan kepadanya. Namun ini mengenai penghargaan. Bukankah suatu yang wajar jika seseorang menginginkan penghargaan atas apa yang dia kerjakan, atas perjuangan yang dilakukannya. Bukannya dia menginginkan pujian yang membawanya melayang lupa daratan. Tapi dia hanya ingin mempertahankan semangatnya, yang sekarang ini perlahan mulai luntur karena sikap seseorang.
Kali ini aku ingin bercerita, tentang makna penghargaan dan semangat. Satu hal yang aku tahu bahwa penghargaan akan berpengaruh kepada kita. Suatu hari, saya berada diantara dua kelompok orang. Satu kelompok bernama Jinwe, dan kelompok lainnya bernama Wejin. Jinwe terdiri dari orang-orang yang kuat, dalam arti sebenarnya, mereka sangat ‘kuat’. Tidak hanya memecah batu, mereka pun sanggup untuk membelah atau menumbangkan pohon. Berkat kemampuan itulah mereka sering membantu orang lain. Mereka tak segan membantu setiap orang, membuatkan rumah, dan sebagainya. Itu yang membuat orang-orang sangat menyukai mereka.
Satu lagi teman sebangsa mereka namun berbeda kelompok adalah Wejin, Wejin dikenal berperangai lembut. Berkebalikan dengan Jinwe. Kemampuan mereka pun berbeda. Wejin terlahir sebagai kelompok ‘pemikir’. Mereka lebih suka mengambil peran yang berkaitan dengan taktik dan strategi. Tak aneh jika di lingkungan mereka penuh dengan permainan-permainan yang mengasah kemampuan berpikir, seperti catur, monopoli, dan permainan lainnya. Wejin juga senang membantu orang, seperti membantu menyusun rencana yang efisien dan efektif untuk membasmi hama tikus di sawah.
Jinwe dan Wejin, mereka terlahir mempunyai kesukaan dan kelebihan yang berbeda. Namun mereka saling melengkapi. Bak pentas drama, Jinwe lebih suka dan cocok sebagai pemeran di depan layar. Memperlihatkan kekuatan dan ketrampilan mereka di depan banyak orang. Sedangkan Wejin, lebih cocok dan suka menjadi crew di belakang layar. Menyiapkan skrip, menyiapkan rancangan dekorasi panggung, dan menyiapkan semua acara.
Baik Jinwe maupun Wejin, semua mereka saling melengkapi. Mereka tidak pernah menganggap remeh satu dengan yang lain. Begitu semenjak nenek moyang mereka dan akan diturunkan sampai anak cucu mereka kelak. Satu hal yang selalu mereka pegang, satu pesan yang selalu diwariskan turun temurun adalah,
Setiap orang tidak bisa disamakan dan tidak bisa dibandingkan dengan orang lainnya, karena setiap orang terlahir dengan kelebihannya masing-masing. Ia hanya bisa dibandingkan dengan dirinya sendiri, bagaimana dia menjalani hidup di hari kemarin, hari ini, dan hari esok. Oleh karena itu, kita harus selalu menghargai orang lain, menerima setiap kelebihannya dan bersama-sama untuk saling membantu. Begitulah arti penerimaan yang tulus. Menerima kelebihan dan kekurangan serta tidak mempermasalahkan perbedaan.
Begitulah temans, cerita yang aku dapatkan. Bahwa ketika kita menghargai setiap usaha yang dilakukan orang lain, maka kita akan bisa bekerja sama dengan mereka. Pun mereka akan lebih bersemangat bekerja sama dengan kita. Kita harus selalu percaya bahwa bekerja bukan sekedar bagaimana pekerjaan itu selesai, namun tentang setiap detail proses yang terjadi di dalamnya. Tentang cara berkomunikasi kita dengan rekan kerja, tentang sikap saling menghargai, dan saling berbagi peran demi tercapainya tujuan bersama. Hidup memang tempat untuk selalu belajar ^^
Meja kerja saya
Ditemani botol minum baru, warnanya oranye
24 April 2014
apresiasi memang perlu, mbak. biar semangat tetap menyala. tapi kadang kita juga harus belajar untuk bergerak meski dalam kondisi yang tidak bagus, seperti misal kurangnya apresiasi, tetep harus jalan. sebab motivasi terbesar kan dari diri kita sendiri. 😉
iyaa bener.. 🙂
harus membiasakan diri tetap bergerak di kondisi apapun ya..
terima kasih 🙂