“Bukan kewajiban kita untuk membuat orang lain berubah menjadi baik. Tentu bukan! Karena sejatinya perubahan yang kekal bukan berasal dari orang lain melainkan dari diri sendiri. Perubahan yang kekal membutuhkan kesungguhan dan kesungguhan hanya bisa diciptakan dari diri sendiri untuk diri sendiri. Namun, bukan berarti kita hanya bisa diam, kita tidak harus menjadi diam, kita hanya perlu mengingatkan. Bukankah sesama muslim adalah bersaudara dan saudara harus saling mengingatkan dalam kebaikan? ” Itulah prinsip hidupku yang selalu aku pegang, aku yang selalu berusaha untuk mengingatkan orang dalam kebaikan, namun mungkin ada satu hal yang aku lewatkan, tentang kata mengingatkan. Dan kejadian ini menambahkan pemahaman baru tentang satu kata itu.
Malam itu, sepulang dari kegiatan komunitas yang biasa aku ikuti, sampai di kontrakan aku langsung merebahkan diri. Aku hari ini cukup lelah mengurusi briefing untuk acara puncak komunitasku yang akan dilaksanakan beberapa minggu lagi. Begitu banyak persiapan yang harus aku lakukan, aku harus mengkoordinir semua panitia, membagi mereka dalam beberapa kelompok kecil dan menentukan sekolah mana yang akan mereka datangi untuk melakukan kegiatan mengajar kepada siswa-siswa di sekolah itu. Begitulah rutinitasku sebagai salah satu pengurus kegiatan komunitas, memang sudah menjadi tanggung jawabku untuk memastikan semua kegiatan berjalan dengan baik.
Aku hampir memejamkan mata, ketika tiba-tiba handphoneku berbunyi. Satu pesan masuk. Ah, dari dia. Orang yang selalu merasa bahwa setiap kejadian itu mengasikkan juga orang yang terlihat tidak cukup dewasa di usianya yang sekarang. Malam ini aku sedang tidak ingin diganggu olehnya. Aku hanya membalas singkat pesan darinya. Semoga jawaban itu bisa membuatnya tidak menggangguku lagi malam ini. Aku ingin cukup istirahat untuk tetap menjaga tubuh karena besok akan sama sibuknya seperti hari ini.
Rasanya tidurku malam ini begitu cepat, seketika hari sudah pagi. Aku bergegas berangkat ke kampus. Hari ini kuliah dimulai jam 1 siang, namun aku memutuskan berangkat pagi karena ada beberapa hal tentang persiapan acara komunitas yang harus aku cari di perpustakaan kampus. Sesampainya di perpustakaan kampus, aku menuju deretan buku tentang cara mendidik anak SD. Kuliahku sebagai seorang mahasiswa Teknik Informatika membuatku merasa kesusahan menemukan metode yang cocok untuk menjelaskan tentang Teknik Informatika dan profesi yang berhubungan dengan jurusanku saaat kuliah ini. Sungguh ini menguras tenaga dan pikiranku, namun sudah bulat tekadku untuk membuat acara ini sukses.
Genap empat buku sudah di tangan, semoga diantara buku ini menyimpan apa yang aku cari. Bangku di perpustakaan masih banyak yang kosong, ternyata mahasiswa kampusku tidak hobby datang ke perpustakaan di pagi hari. Tidak seperti siang dan sore hari, perpustakaan sangat ramai. Aku pun menuju bangku kosong di dekat jendela, tempat favoritku.
“Assalamualaikum, Sita.”, terlihat Sita sudah duduk di sana. Kali ini aku tak akan banyak mengobrol dengannya karena dia akan mengganggu konsentrasiku. Dia terlalu hobby bicara yang terkadang tanpa sadar mengganggu orang lain.
Setengah jam berlalu, Sita tiba-tiba beranjak dari kursinya. Merapikan buku dan mengambil tas, seperti hendak keluar dari perpustakaan. Hari ini dia begitu pendiam, terlihat berbeda, dia tak langsung menjawab salamku, dia tak banyak bicara, dan dia tidak berpamitan ketika meninggalkanku.
***
Sore ini, aku kembali meeting komunitas untuk membahas persiapan acara kami. Bedanya, jika biasanya aku hanya meeting dengan para fasil (fasilitator), meeting kali ini juga mengundang anggota lain yang tergabung dalam acara kami. Dan disitu duduklah Sita bersama dengan anggota lain yang tergabung dalam tim pengajar.
“Sita, tidak semua di kehidupan ini asik, dan harus di-asikkan seperti yang kamu pikir. Kamu salah jika bersikap seperti itu. Itu seperti seorang anak kecil. Coba kamu pikirkan, kasihan anak kamu jika punya ibu seperti kamu. Yang masih tidak dewasa dalam menyikapi sesuatu.”
Aku melihat pesan yang kukirim semalam kepadanya, dan mungkin dari situlah awal mula aku menyakiti hatinya. Akupun berlari menghampiri Sita, aku harus menjelaskan. Memang suatu kesalahan jika kita menasihati seseorang tanpa tahu betul bagaimana orang itu selama ini. Seperti aku yang baru mengenal Sita.