Waktu terasa begitu cepat berlalu, rasanya baru kemarin aku mulai kuliah di kampusku. Sekarang sudah satu semester perkuliahan selesai. Jangan tanya bagaimana rasanya. Sepertinya aku masih harus belajar keras untuk menyusul ketertinggalan dengan temanku. Huft. Aku memang kurang menguasai dunia per-komputeran, mungkin karena aku belum menyukainya. Dulu aku berpikir bahwa hanya orang-orang “freak” yang mampu sepanjang hari memandang dan mengulik komputer. Sedang aku sebenarnya lebih menyukai Kimia, saat masih SMA aku sangat suka mata pelajaran Kimia, melakukan percobaan di laboratorium, mengerjakan soal-soal persamaan reaksi, struktur atom, dan banyak hal yang kusukai. Lalu kenapa aku tidak masuk ke Kimia? Ah, sudahlah terlalu panjang jika diceritakan. Walau begitu aku sudah sangat bersyukur bisa kuliah disini. Aku akan mulai menyukai perkuliahanku, karena gak semua orang-orang dapat kesempatan untuk kuliah disini.
Hari ini saatnya aku pulang, aku ingin berlibur sejenak setelah menghadapi UAS. Biasanya aku pulang bersama teman SMA ku, naik mobilnya. Karena beberapa teman sudah selesai UAS dan sudah pulang duluan, maka tak ada yang bisa ku tebengi. Aku pun memutuskan pulang menggunakan KRL. Ini bukan kali pertama aku naik KRL. Sebagai warga ibukota terkadang aku memilih bepergian menggunakan KRL, selain hemat, menggunakan KRL lebih cepat dibandingkan harus macet-macetan naik busway.
Aku duduk menunggu kereta sambil membaca novel “Rembulan Tenggelam di Wajahmu”, karya penulis kesukaanku Tere Liye. Hari ini tidak banyak mahasiwa yang menunggu kereta, hanya beberapa yang aku lihat. Itupun aku tidak mengenal mereka. Mereka asik sendiri mendengarkan musik atau saling mengobrol.
Tak berapa lama, akhirnya keretapun datang. Aku naik di gerbong khusus wanita. Bangku di gerbong masih tidak terlalu penuh, aku duduk di pojokan dan melanjutkan membaca novel.
Aku harus transit di stasiun Jakarta Kota kemudian pindah kereta menuju ke stasiun Cakung. Tiba di stasiun Jakarta Kota, kereta ke Cakung baru saja berangkat. Aku kembali harus menunggu kereta selanjutnya. Aku mencari-cari bangku kosong untuk duduk. Tak jauh dari tempatku duduk aku melihat seorang cowok yang sepertinya aku kenal, juga sedang menunggu kereta.
Seperti “Athar”. Cowok itu terlihat memainkan handphone, juga sepasang head set terpasang di telinganya. Aku kembali mengingat wajah anak laki-laki teman ayah yang sempat berkenalan denganku. Juga wajah mahasiswa yang tertangkap basah tidur di perpustakaan kampus.
Tidak salah lagi, dia memang Athar. Seingatku, teman ayah tinggal di daerah Bekasi. Mungkin saja dia juga menunggu KRL yang sama denganku. Ingin rasanya menyapanya, bukan kenapa-kenapa, aku hanya ingin berteman dengannya.
KRL yang kami tunggu pun datang. Kali ini aku tidak bisa masuk ke gerbong khusus wanita. Gerbong itu sudah penuh sesak. Aku terpaksa masuk ke gerbong campuran. Dan aku juga tidak mendapatkan tempat duduk. Aku berdiri di dekat pintu. Begitupula Athar yang ternyata berdiri tak jauh dariku.
“Hai, kamu Athar anaknya Pak Aiman Hartanto bukan?”, kuberanikan diri menyapanya.
“Eh, iya”, dia menengok ke arahku.
“Aku Hana, anaknya temen ayah kamu. Kita pernah ketemu dulu pas awal masuk kampus, pas kamu dianter ayahmu.”, kataku menjelaskan.
Sepanjang perjalanan aku tak banyak mengobrol dengannya. Mungkin masih terasa aneh. Namun aku merasa lega, akhirnya aku sudah menemukan yang namanya “Athar”. Bukan sesuatu yang penting memang, hanya saja rasa penasaranku selama ini akhirnya terjawabkan.
KRL berhenti di stasiun Cakung. Aku turun dari KRL, sedang Athar masih melanjutkan perjalanan sampai di stasiun Bekasi. Aku sempat berpamitan dengannya sebelum turun.
“Ati-ati”, katanya membalasku.
lanjutin lanjutin
okaaay